Tatang Geprek: Dari Dapur Ayam Geprek ke Pondok Tirakat, Merangkul yang Terlupakan dan Membangun Pemberdayaan

 


Tambaksari, Ciamis — zona TV 

Di Desa Kaso, Kecamatan Tambaksari, nama Tatang “Geprek” dikenal bukan hanya karena ayam gepreknya yang terkenal murah dan bercita rasa pedas khas rumahan. Ia juga dikenal karena keberaniannya mengambil jalan kemanusiaan yang tidak banyak dipilih orang: merawat T, seorang pria dengan gangguan jiwa yang pernah menjadi pelaku pembunuhan dan mutilasi terhadap istrinya—kasus kelam yang sempat mengguncang desa dan membuat masyarakat menolak kehadirannya.

Namun di tengah penolakan itu, Tatang, yang juga pengusaha sembako, mengambil sikap berbeda.


Pondok Tirakat Maung Bodas: Ruang Pulih bagi yang Tersisih

Beberapa tahun lalu, Tatang membangun Pondok Tirakat—salah satu cabang dari Yayasan Maung Bodas—di sebuah lahan sederhana di Desa Kaso. Pondok ini bukan sekadar tempat mengaji, melainkan rumah pemulihan bagi mereka yang tersingkir dan kehilangan tempat kembali, termasuk T.

Saat banyak pihak menolak dan khawatir tragedi kelam itu akan terulang, Tatang justru memegang teguh satu prinsip: “Jika semua menolak, siapa yang memanusiakan?”

Di pondok tersebut, T menempuh rutinitas harian layaknya pesantren: ibadah, aktivitas fisik, berkebun, hingga terapi sosial. Sedikit demi sedikit, perubahan nyata terjadi. Dari sosok yang mudah mengamuk, T kini tampil lebih tenang, mampu berkomunikasi, dan kembali produktif. Ia bekerja di kebun, sesekali membantu di toko Tatang, bahkan dipercaya menggunakan kendaraan bermotor.

Transformasi ini menjadi bukti bahwa gangguan jiwa bukan akhir perjalanan, melainkan titik awal untuk bangkit kembali.


Iklan 
Perkebunan Durian dan Sayuran: Sekolah Lapang untuk Jamaah

Tidak berhenti pada pemulihan mental, Tatang membuka lahan percontohan perkebunan durian dan sayuran. Lahan ini bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi sebagai wadah pemberdayaan ekonomi jamaah dan santri Pondok Tirakat.

Di sana, Tatang mengajarkan teknik bercocok tanam: mulai dari pemilihan bibit durian unggul, penataan bedengan sayuran, hingga manajemen air sederhana yang bisa diterapkan warga tanpa modal besar. Pendekatannya bukan sekadar “kerja bakti”, melainkan pendidikan pertanian yang aplikatif dan langsung dipraktikkan.

T kini menjadi salah satu pekerja paling rajin. Ia merawat tanaman, menyirami bibit, dan membersihkan gulma—menemukan ritme baru kehidupan melalui keteraturan dan tanggung jawab.

Program perkebunan ini menjadi pilot project yang kerap dikunjungi warga untuk belajar bagaimana lahan kecil dapat diolah menjadi sumber produktivitas.


Kemandirian Ekonomi Berbasis Pesantren

Bagi Tatang, pemulihan mental harus disertai kemandirian ekonomi. Karena itu, jamaah dilatih memahami siklus tanam, cara panen, hingga mengelola hasil kebun.

Melalui jejaring usahanya, Tatang membantu memasarkan hasil panen warga: ada yang dititipkan di tokonya, ada pula yang disalurkan ke warung-warung di sekitar desa. Model sederhana ini perlahan menggerakkan ekonomi kecil di lingkungan pondok.


Jalan Sunyi yang Membuka Harapan

Tatang Geprek membuktikan bahwa perubahan besar dapat lahir dari individu biasa dengan tekad kemanusiaan luar biasa. Dari dapur ayam geprek di rumahnya, ia membangun gerakan kecil yang memberi arah baru bagi mereka yang terpinggirkan.

Melalui Pondok Tirakat, ia membantu T kembali pada martabatnya sebagai manusia.
Melalui kebun percontohan, ia membuka jalan bagi warga untuk belajar dan mandiri.
Melalui keberaniannya merangkul yang ditolak, ia menunjukkan bahwa kemanusiaan tidak membutuhkan syarat apa pun—dan bahwa kesempatan kedua adalah hak setiap orang.

Di Tambaksari, Tatang bukan lagi sekadar pedagang ayam geprek. Ia telah menjadi simbol keberanian, keteladanan, dan harapan.

Dan kisah itu terus tumbuh—seperti bibit durian yang ia tanam: kecil hari ini, tetapi kelak menaungi banyak orang dengan keteduhannya.


Reporter: H. Asep Nendi Iman

Editor    : Cevi Supriatna 


Lebih baru Lebih lama