Siasat Penghibah: Sulap Jual Tanah, Alibi Hibah — Tipu Daya Muslihat Sang “King Tipu-tipu”

 

Zona TV — 21 Oktober 2025

Dalam sebuah kisah yang tampak bak drama kedermawanan, seseorang tampil di panggung publik dengan senyum lebar, mengumumkan hibah tanah seluas ribuan meter persegi.
Spanduk terpasang, tangan-tangan bertepuk, dan sanjungan pun mengalun—seolah malaikat turun dari langit membawa berkah untuk negeri.

Namun, di balik wangi dupa kedermawanan, ternyata tersimpan aroma busuk ambisi.
Hibah yang seharusnya menjadi wujud tulus pengabdian, berubah menjadi jubah penyamaran atas niat licik: menjadikan alibi hibah sebagai jembatan menuju pundi-pundi uang negara.

Layaknya pesulap ulung, sang penghibah mengubah makna kata “dermawan” menjadi “pengatur anggaran”.
Ia menata langkah dengan hitung-hitungan pebisnis: bagaimana caranya tanah yang telah dihibahkan itu tetap berputar balik menjadi sumber keuntungan pribadi.
Bukan lagi amal, melainkan investasi terselubung.

Celah hukum ditutup rapat-rapat.
Anggaran negara yang mestinya terbuka untuk partisipasi publik, berubah menjadi wilayah eksklusif milik si pengendali tunggal.
Ia berperan ganda—dermawan di depan mata, penguasa proyek di balik layar.

Dan ketika putra-putra daerah mencoba masuk untuk berpartisipasi dalam pembangunan, mereka dihadang dengan harga material yang mencekik nalar.
Pura-pura memberi peluang, padahal strategi liciknya telah matang disusun.
Semua tampak seperti permainan catur, di mana bidak-bidak kecil disingkirkan agar sang raja tetap berkuasa di papan permainan.

Lebih jauh lagi, ketika ada suara pengawasan yang berani bersuara, narasi seolah-olah ia “terzalimi” pun diciptakan.
Rekayasa citra dibangun, simpati publik digiring, dan kebenaran diputarbalikkan sedemikian rupa.
Teater kebohongan dimainkan dengan lakon adu domba sebagai adegan utama.

Namun waktu, seperti halnya cahaya pagi, selalu menyingkap tirai gelap.
Satu per satu mata mulai terbuka.
Yang dulu memuji kini mulai curiga.
Yang dulu percaya kini mulai bertanya.
Benar saja—poros internal pun berguncang.
Mereka yang dahulu menjadi lingkaran dekat mulai berbisik, menceritakan apa yang selama ini disembunyikan.

Kini, tabir telah terangkat.
Semua sadar bahwa kedermawanan palsu itu hanyalah sandiwara besar.
Dan yang paling dirugikan bukan sekadar individu, tetapi keuangan negara—hak publik yang tercemar oleh tipu daya muslihat berkedok amal.

Sebuah pelajaran pahit bagi siapa pun yang bermain dengan topeng kebaikan demi keuntungan pribadi.
Program mulia dari pusat pun tercoreng oleh praktik kotor di lapangan.
Dan semoga, cerita muram dari negeri khayalan bernama Konoha ini tak pernah benar-benar terjadi di tanah Jawa Barat—khususnya di Kota Tasikmalaya, bumi yang dikenal dengan nilai kejujuran dan budaya gotong royongnya.


Redaksi: Zona TV
“Menulis bukan sekadar mengabarkan, tapi menyingkap yang disembunyikan.”



Diterbitkan oleh: zona TV 

Lebih baru Lebih lama