Garut, Zona TV —
Hari Santri Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober bukan sekadar seremonial tahunan, melainkan momentum reflektif untuk menegaskan kembali peran dan kontribusi santri dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal tersebut disampaikan oleh Gilang Ferdian, tokoh muda sekaligus peraih penghargaan Pemuda Pelopor tahun 2010, dalam wawancara eksklusif bersama awak media pada 20 Oktober 2025.
Sambil berbincang santai dan mempersilakan awak media menikmati hidangan yang disajikannya, Gilang mengulas makna mendalam dari peringatan ini.
“Penetapan Hari Santri Nasional pada tahun 2015 merupakan bentuk pengakuan negara atas jasa para santri dan ulama dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia,” ujar Gilang.
Ia menegaskan, momentum ini tak lepas dari Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 — seruan yang membakar semangat santri untuk mempertahankan kemerdekaan dari agresi militer Belanda.
“Semangat itulah yang harus terus diwariskan kepada generasi santri masa kini,” tegas Gilang penuh semangat.
Tugas Santri di Era Modern
Menurut Gilang, tantangan santri di era modern jauh lebih kompleks. Santri tidak lagi hanya dituntut menguasai ilmu agama, tetapi juga perlu memahami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Dengan bekal ilmu agama dan pengetahuan umum, santri diharapkan mampu menjadi agen perubahan yang membawa kemajuan bagi bangsa,” ujarnya.
Gilang yang juga pernah tabarrukan di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, menambahkan bahwa santri berperan penting menjaga moralitas dan etika bangsa di tengah derasnya arus globalisasi yang menggerus nilai-nilai luhur seperti gotong royong, toleransi, dan saling menghormati.
Menjawab Tantangan Zaman
Gilang mengingatkan bahwa menjaga NKRI bukan tugas mudah. Santri dihadapkan pada berbagai tantangan internal dan eksternal, seperti radikalisme, terorisme, serta disinformasi dan hoaks yang marak di media sosial.
“Informasi yang tidak benar dan ujaran kebencian bisa memecah persatuan bangsa. Santri harus mampu memfilter informasi dan menyebarkan narasi positif yang membangun,” jelasnya.
Untuk menjawab berbagai tantangan tersebut, Gilang menekankan pentingnya modal dasar bagi santri masa kini:
-
Pemahaman agama yang moderat dan inklusif.
“Pemahaman agama yang sempit dapat menjadi pintu masuk radikalisme dan intoleransi,” tegasnya. -
Kemampuan berpikir kritis dan analitis.
“Ini penting untuk melawan disinformasi dan propaganda yang bisa memecah belah bangsa.” -
Keterlibatan aktif dalam kegiatan sosial dan kemasyarakatan.
“Santri harus hadir di tengah masyarakat, memberi contoh nyata dalam mengamalkan nilai-nilai luhur bangsa.”
Santri, Agen Perubahan Bangsa
Menutup wawancara eksklusif, Gilang — yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Yayasan Bakti Pemuda Mahakarya Indonesia — menyampaikan refleksi mendalam:
“Hari Santri Nasional adalah momentum penting untuk merefleksikan peran dan kontribusi santri dalam menjaga NKRI. Dengan bekal ilmu agama, pengetahuan umum, dan semangat kebangsaan, santri diharapkan mampu menjadi agen perubahan yang membawa kemajuan bagi bangsa.”
Pernyataan Gilang tersebut diakhiri dengan suasana penuh kehangatan, disertai semangat juang yang mencerminkan karakter sejati seorang santri yang cinta tanah air.
(Santi Nurmayanti – Zona TV)
