Tasikmalaya – zona TV
Sebuah gagasan hukum yang dinilai brilian lahir dari forum akademik bergengsi. Ajang Firman, mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STHG) Galunggung Kota Tasikmalaya, memunculkan ide besar dalam kegiatan Studium Generale bersama Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis ke-47 STHG Galunggung, Rabu (22/12/2021).
Dengan tema “Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Penguatan Sistem Ketatanegaraan dan Demokrasi Indonesia”, forum tersebut menghadirkan langsung para Hakim Mahkamah Konstitusi. Pada sesi dialog, Ajang Firman mengajukan usulan konseptual terkait Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden tanpa Calon Wakil Presiden (Cawapres), yang kemudian mendapat apresiasi mendalam dari para pemateri.
Gagasan Pokok
Dalam usulannya, Ajang Firman menekankan pentingnya merumuskan model baru pemilihan presiden dengan pola Capres tanpa Cawapres. Inti gagasan tersebut adalah Presiden dipilih langsung oleh rakyat tanpa pasangan, sementara posisi Wakil Presiden secara otomatis ditempati oleh calon Presiden dengan suara terbanyak kedua dalam pemilihan umum.
Pertimbangan utama yang melandasi gagasan tersebut antara lain:
- Mengurangi dualisme kepemimpinan eksekutif yang kerap menimbulkan gesekan antara Presiden dan Wakil Presiden.
- Menjamin kesinambungan demokrasi, karena suara rakyat yang memilih kandidat nomor dua tetap terakomodasi melalui jabatan Wakil Presiden.
- Memperkuat legitimasi politik, sebab Presiden dan Wakil Presiden sama-sama memiliki basis dukungan elektoral.
- Mendorong stabilitas nasional, karena polarisasi politik berkurang ketika pihak yang kalah tetap mendapat ruang konstitusional dalam struktur eksekutif.
Respon Mahkamah Konstitusi
Gagasan Ajang Firman ini langsung mendapatkan respons positif dari Hakim Mahkamah Konstitusi yang hadir. Mereka menilai usulan tersebut sebagai langkah kreatif, inovatif, dan relevan dengan kebutuhan sistem presidensial Indonesia di masa depan.
Bahkan, Mahkamah Konstitusi mendorong agar Ajang Firman segera menyusun Naskah Akademik resmi. Naskah tersebut diharapkan menjadi dokumen ilmiah yang dapat ditelaah lebih lanjut secara yuridis, filosofis, dan politis, serta berpotensi menjadi pijakan dalam pengembangan sistem ketatanegaraan Indonesia.
Apresiasi Akademik
Ketua STHG turut memberikan penghargaan simbolis kepada Ajang Firman atas keberanian dan ketajaman intelektualnya dalam forum nasional tersebut. Menurut pihak kampus, gagasan ini menandai lahirnya tradisi akademik yang kritis, progresif, sekaligus visioner dari kalangan mahasiswa hukum.
Dimensi Konstitusional
RUU Pilpres Capres Tanpa Cawapres yang digagas Ajang Firman dinilai sebagai upaya menghadirkan keadilan politik yang lebih substantif. Dengan mekanisme baru ini, setiap suara rakyat tetap bermakna dan tidak hilang sia-sia. Konstitusi berfungsi bukan sekadar sebagai teks hukum, melainkan instrumen untuk menjamin persatuan, legitimasi demokrasi, dan keadilan elektoral.
Desain ini menghadirkan paradigma baru dalam pemilu presiden, yakni mengurangi dikotomi “pemenang” dan “pecundang” yang tajam. Sebaliknya, sistem ini menyatukan dua figur terbaik hasil pemilu ke dalam satu kepemimpinan nasional, sehingga tercipta keseimbangan politik dan rasa adil bagi seluruh elemen bangsa.
Langkah Lanjutan
Saat ini, Ajang Firman tengah menuntaskan penyusunan naskah akademik sebagaimana disarankan Mahkamah Konstitusi. Ia juga berupaya membangun komunikasi resmi dengan MK untuk melakukan audiensi, sekaligus menyerahkan secara langsung naskah tersebut sebagai bentuk kontribusi nyata generasi muda dalam pengembangan sistem hukum dan demokrasi Indonesia.
Dengan demikian, forum Studium Generale STHG 22 Desember 2021 bukan sekadar kegiatan akademik tahunan, melainkan menjadi tonggak historis lahirnya gagasan RUU Pilpres Tanpa Cawapres sebuah pemikiran yang berpotensi mengubah wajah sistem presidensial Indonesia ke arah yang lebih inklusif, adil, dan demokratis.


