zona TV Jakarta - 16 November 2025
BERITA OPINI | EKONOMI & KEUANGAN
Ketatnya penilaian perbankan terhadap riwayat kredit membuat banyak warga—terutama pelaku usaha mikro—kesulitan mengajukan pinjaman. Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang sebelumnya dikenal sebagai BI Checking, menjadi instrumen utama bagi bank untuk memeriksa kelayakan calon debitur. Masalah muncul ketika skor SLIK seseorang tercatat buruk akibat tunggakan, keterlambatan bayar, atau riwayat kredit bermasalah di lembaga non-bank seperti koperasi dan leasing.
Fenomena ini kian sering terjadi. Banyak warga mengaku ditolak bank meski membutuhkan modal mendesak untuk mengembangkan usaha. Tidak sedikit yang akhirnya terjerumus ke pinjaman informal seperti bank emok, rentenir, atau koperasi berbunga tinggi, yang justru memperburuk kondisi finansial mereka. Padahal, terdapat sejumlah langkah legal dan rasional untuk meningkatkan peluang pengajuan pinjaman meski SLIK masih berstatus “merah”.
1. Perbaiki Kolektabilitas Secara Bertahap
Langkah pertama dan paling mendasar adalah memperbaiki catatan kredit di SLIK. Meski tidak bisa diperbaiki dalam semalam, status kredit dapat ditingkatkan melalui:
- Melunasi seluruh tunggakan yang masih berjalan.
- Mengurus surat pelunasan atau penutupan kredit dari lembaga sebelumnya.
- Meminta pembaruan data ke OJK setelah status kredit dinyatakan lunas, karena pembaruan sistem sering mengalami keterlambatan.
Bank cenderung mempertimbangkan calon debitur yang menunjukkan itikad baik dan memiliki perbaikan kolektabilitas dalam beberapa bulan terakhir.
2. Gunakan Jaminan Bernilai Tinggi
Jika skor SLIK kurang ideal, keberadaan jaminan yang kuat dapat menjadi penyeimbang risiko. Bank biasanya tetap memberi peluang apabila debitur menyediakan agunan seperti:
- Sertifikat tanah/rumah (SHM atau HGB).
- BPKB mobil dengan tahun produksi yang relatif muda.
- Aset produktif seperti ruko, lahan usaha, atau properti komersial lainnya.
Namun perlu diingat: jaminan bukan penentu utama. Ia hanya memperkuat keyakinan bank bahwa risiko kredit dapat ditekan.
3. Ajukan ke Bank dengan Skema “Second Chance”
Tidak semua bank bersikap kaku terhadap SLIK. Sejumlah bank daerah (BPD), BPR, dan beberapa bank swasta memiliki program khusus seperti:
- Pinjaman rehabilitasi kredit.
- Skema pemulihan debitur pasca pandemi.
- Pinjaman produktif UMKM yang menilai kesehatan usaha, bukan hanya skor kredit.
Bank-bank ini biasanya melakukan survei langsung ke lokasi usaha untuk memastikan usaha berjalan, sehingga penilaian tidak sepenuhnya bergantung pada SLIK.
4. Tunjukkan Arus Kas yang Stabil
Banyak penolakan terjadi bukan semata karena skor SLIK buruk, tetapi karena calon debitur tidak mampu menunjukkan bukti kemampuan bayar. Arus kas dapat dibuktikan melalui:
- Rekening koran 3–6 bulan terakhir.
- Bukti transaksi usaha.
- Nota pembelian dan penjualan.
- Laporan pendapatan sederhana.
Bagi analis kredit, bukti aktivitas usaha yang konsisten jauh lebih meyakinkan dibanding sekadar proyeksi atau janji.
5. Gunakan Penjamin (Personal Guarantee)
Dalam kondisi tertentu, kehadiran penjamin dapat menguatkan pertimbangan bank. Penjamin dapat berupa:
- Anggota keluarga dengan riwayat kredit baik.
- Pemilik usaha lain.
- Rekan bisnis yang memiliki kapasitas finansial memadai.
Personal guarantee memang tidak menghilangkan risiko kredit, tetapi memberikan tambahan keyakinan bagi bank.
6. Manfaatkan Lembaga Pembiayaan yang Tidak Menggunakan SLIK
Bila jalur perbankan masih sulit ditembus, beberapa lembaga pembiayaan legal—seperti leasing tertentu atau fintech berizin OJK berisiko rendah—menyediakan penilaian berbasis:
- Profil usaha.
- Pergerakan saldo dan transaksi.
- Analisis perilaku digital.
Pilihan ini harus tetap mengutamakan lembaga resmi berizin OJK untuk menghindari jebakan pinjaman ilegal.
7. Hindari Jasa Perbaikan SLIK yang Tidak Resmi
Belakangan, marak “joki SLIK” yang mengklaim dapat memperbaiki skor kredit dalam hitungan hari. OJK menegaskan bahwa praktik tersebut ilegal dan mustahil dilakukan, karena data SLIK hanya bisa diubah oleh lembaga pemberi kredit resmi. Menggunakan jasa seperti ini berisiko tinggi menjerumuskan masyarakat menjadi korban penipuan.
Penutup: Saatnya Reformasi Sistem Penilaian Kredit
Kasus masyarakat yang kesulitan mengakses pinjaman akibat catatan SLIK bermasalah menunjukkan bahwa sistem penilaian kredit Indonesia masih terlalu berorientasi pada masa lalu. Padahal banyak UMKM yang saat ini tumbuh dan membutuhkan modal, namun tersandera oleh riwayat kredit lama.
Situasi ini mendorong sebagian warga kembali ke lembaga pinjaman non-bank berbunga tinggi, sehingga kerentanan ekonomi rumah tangga semakin meningkat.
Reformasi perlu dilakukan pada dua sisi:
- Debitur harus meningkatkan disiplin keuangan dan keterbukaan data usaha.
- Perbankan perlu memperkaya metode analisis kredit agar lebih inklusif bagi UMKM tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian.
Dengan perubahan tersebut, akses modal dapat lebih merata, risiko kredit tetap terkendali, dan masyarakat terhindar dari jeratan pinjaman yang merugikan kehidupan ekonomi mereka.
