Oleh: Yayan Supiana, Warga Biasa dari Tasikmalaya
Saya bukan siapa-siapa.
Saya hanya rakyat kecil dari Kota Tasikmalaya.
Saya tidak punya jabatan, tidak punya gelar tinggi,
tapi saya masih punya hati nurani.
Dan hati saya sakit…
ketika mendengar Raja Ampat. Surga kecil yang Tuhan turunkan di bumi, akan digali tambang nikel.
Kalau Surga Saja Kalian Rusak, Apa Lagi yang Tersisa?"
Katanya nikel untuk masa depan, untuk kendaraan listrik, untuk dunia yang lebih hijau.
Tapi dari tempat saya berdiri,yang saya lihat justru tanah Papua makin merah, air makin keruh, dan rakyat makin terpinggirkan.
Saya cuma orang biasa, Pak.
Tapi saya tahu betul:
Tidak ada pembangunan yang pantas, kalau itu menghancurkan kehidupan.
Dari Kampung Saya ke Tanah Papua: Kami Sama-Sama Rakyat"
Saya tidak kenal orang Papua secara langsung.
Tapi saya tahu, mereka cinta tanahnya seperti kami cinta sawah dan gunung kami di Tasik.
Jadi ketika tanah mereka hendak digali seenaknya,itu bukan hanya urusan Papua — itu urusan kita semua.
Kenapa kalian tidak tanya dulu rakyatnya sebelum kasih izin tambang?
Kenapa tanah leluhur bisa kalian jual hanya dengan tanda tangan?
Apakah suara rakyat tidak ada harganya di negeri ini?
Untuk Bapak-Bapak di Atas Sana
Saya tahu kalian punya kuasa.
Tapi kuasa itu harusnya dipakai untuk melindungi, bukan merusak.
Cabut izin tambang nikel di Raja Ampat.
Dengarkan suara rakyat kecil, bukan hanya bisikan investor.
Karena kalau alam Papua rusak, tak ada yang bisa kalian banggakan dari negeri ini lagi.
Kami mungkin Biasa, Tapi Kami Tidak Buta
Kami rakyat kecil tahu apa yang sedang terjadi.
Kami melihat siapa yang kalian bela, dan siapa yang kalian tinggalkan.
Dan kami tidak akan diam.
> Dari Tasikmalaya, saya bersuara untuk Papua.
> Karena rakyat di mana pun berhak hidup damai, tanpa digusur, tanpa ditipu, tanpa dikorbankan.
Rakyat biasa, warga Kota Tasikmalaya
Bukan politisi. Bukan aktivis. Hanya orang kecil yang masih peduli,"tutup Yayan Supiana.
